RESUME (Al-Maqamat : Fakir, Sabar, Tawakal)
IDENTITAS
NIM : 72154050
Prodi/Sem. : Sistem Informasi 1/ Semester 3
Fakultas : Sains dan Teknologi
PerguruanTinggi : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
DosenPengampu : Dr. Ja’far, M.A
Matakuliah : Akhlak Tasawuf
TEMA :
Faqir, Sabar, dan Tawakkal (Hirarki al-Maqam)
BUKU 1 : Gerbang Tasawuf (Dimensi
Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi)
IdentitasBuku :
Ja’far, GerbangTasawuf (Medan: Perdana
Publishing, 2016)
Sub 1 :Kefakiran (al-Faqr)
Dirangkum menurut
Ja’far(2016:68):
Istilah Fakir berasal
dari bahasa Arab yang juga disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 14 kali,
diantaranya yaitu faqura, yafquru,
faqran, yang artinya Miskin. Dalam Bahasa Indonesia, fakir berarti
“orang yang sangat berkekurangan, orang yang terlalu miskin, atau orang yang
dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan
batin.”
Dikutip dari buku
Dr.Ja’far(2016:68-70) terdapat beberapa hadis dari shahih al-Bukhari , sunan
al-Turmudzi, dan hadis – hadis lain yang isinya dapat disimpulkan sebagai
sebaik – baik manusia dimuka bumi ini adalah orang – orang yang fakir dan pasti
orang – orang fakir akan mengisi sebagian besar alam surga setengah hari
sebelum waktu masuk orang – orang kaya yang lamanya lima ratus tahun.
Al-Ghazali dalam keutamaan
fakir kitab Ihya ‘Ulum al-Din menyebutkan dalil tentang fakir terdapat
pada Q.S. Al-Hasyr/59:273. Beberapa kaum sufi menyatakan pendapat mengenai
makna fakir, dua diantaranya adalah :
1.
Al-Kalabazi berkata : “Fakir adalah orang yang tidak boleh
mencari mata pencaharian, kecuali orang itu khawatir tidak mampu melaksanakan
tugas keagamaan.”
2.
Al-Nuri berkata : “Fakir adalah orang yang harus membungkam
ketika tidak memiliki sesuatu, bermurah hati dan tidak hanya memikirkan diri
sendiri jika memiliki sesuatu.” (Ja’far,Gerbang Tasawuf :
2016,70)
Kemudian dilanjutkan kembali, menurut
Al-Ghazali , fakir dapat bermakna tidak memiliki harta, dan ada lima tingkatan
fakir yang diantaranya adalah seorang hamba yang tidak suka diberi harta,
merasa tersiksa dengan harta, dan menjaga diri dari kejahatan dan kesibukan
untuk mencari harta; dan seorang hamba yang tidak merasa senang bila
mendapatkan harta, dan tidak merasa benci bila tidak mendapatkan harta(Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,71).
Sub 2 :Sabar (al-Shabr)
Kata
sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya adalah
mengikat, bersabar, menahan dari larangan hukum, dan menahan diri dari
kesedihan. Kata ini disebut dalam Alquran sebanyak 103 kali. Dalam bahasa
Indonesia, sabar bermakna “tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak
lekas putus asa, tidak lekas patah hati), dan tabah, tenang, tidak tergesa-gesa,
dan tidak terburu nafsu”(Ja’far. 2016:71).
Q.S. al-Anfal/8 : 46 tentang sabar :
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا
تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Artinya :
“Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar.”
Menurut Nashr al-Din al-Thusi, sabar secara harfiah
bermakna “mencegah jiwa dan perasaan waswas ketika terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan.” Sabar dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sabar kaum awam yakni
menjaga jiwa agar tetap kokoh dalam kesabaran dan tetap konsisten dalam
kekuatannya; sabar kaum zuhud yakni rasa takut dan sikap sabar kepada Allah
dalam harapan untuk memperoleh ganjaran di akhirat; dan kesabaran ahli hikmah
yakni merasakan kebahagiaan walaupun ditimpa musibah(Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,74).
Sub 3 : Tawakal (al-Tawakkul)
Berasal dari
bahasa Arab, wakila, yakilu,
wakilan, yang berarti “mempercayakan, memberi, membuang
urusan, bersandar, dan bergantung.” Istilah
tawakal disebut dalam al-Qur’an
dalam berbagai bentuk sebanyak 70
kali. Dalam Bahasa Indonesia tawakal adalah pasrah
diri kepada kehendak Allah, percayah dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam
penderitaan dan sebagainya), atau sesudah berikhtiar baru berserah kepada Allah
(Ja’far. 2016:74-75).
Dalam
karya – karya tasawuf oleh para sufi, dikutip sebuah intisari mengenai konsep
sabar dari pendapat Nashr al-Din al-Thusi yang dapat kita sesuaikan dengan keadaan yang ada
yakni, tawakkal tidak bermakna bahwa seorang hamba tidak melakukan apapun
dengan alasan menyerahkan semua urusan kepada Allah, tetapi tawakkal bermakna
bahwa setiap orang harus mempercayai bahwa segala sesuatu selain Allah pasti
berasal dari Allah dan segala sesuatu bekerja sesuai dengan hubungan
sebab-akibat (Ja’far,Gerbang Tasawuf:2016,77).
Kesimpulan
Fakir, Sabar dan
tawakkal adalah tiga diantara maqam – maqam dalam ilmu tasawuf. Ketiga maqam
ini memiliki kesamaan maksud dan tujuan dalam konteks sikap menahan diri
terhadap sesuatu yang berpotensi negatif terhadap usaha pendekatan diri kepada
Allah untuk menjadi seperti sufi.
Fakir merupakan
sifat tidak ingin memiliki segala sesuatu dalam
bentuk harta duniawi jika itu merupakan yang tidak bermanfaat bagi
sesama manusia dan aktifitas keagamaan oleh orang yang bersangkutan.
Sabar adalah
menahan diri dari segala sesuatu yang lebih kepada berterima dengan lapang dada
atas apapun yang terjadi dan diberikan kepadanya.
Tawakkal ialah
berserah diri kepada Allah sebagai bentuk kepasrahan terhadap apa yang sudah
diusahakan sebelumnya dan menerima hasilnya dari sang maha pemberi keputusan
Allah Swt.
BUKU 2 : Akhlak Tasawuf
(Pengenalan, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya)
IdentitasBuku :
H. Ahmad Bangun Nasution,Hj.Royani Hanum
Siregar
(Jakarta:Rajawali
Pers, 2013)
Sub 1 : Fakir(Faqr)
Dapat berarti sebagai kekurangan yang diperlukan seseorang dalam menjalani
kehidupan di dunia. Karena kekayaan / harta memungkinkan manusia dekat pada
kejahatan dan membuat jiwa menjadi lupa pada Allah. Maka dapat disimpulkan
bahwa fakir adalah golongan yang telah memalingkan setiap pikiran dan harapan
yang akan memisahkan dari Allah atau penyucian hati secara keseluruhan terhadap
apa yang membuat jauh dari Tuhan.
Sub 2 :Sabar
Dalam
Islam mengendalikan diri untuk laku sabar merupakan tiang bagi akhlak mulia. Dalam tasawuf sabar dijadikan satu maqam sesudah maqam
fakir karena persyaratan untuk bisa konsentrasi dalam zikir irang harus bisa
mencapai fakir. Tentu hidupnya akan dilanda berbagai macam rintangan, oleh
karena itu harus melangkah ke maqam sabar. Di mana sabar memiliki pengertian
yaitu menahan diri dari nafsu dan amarah. Dimana dalam firman Allah yaitu :
“Wahai orang –
orang yang beriman minta tolong lah dengan shalat dan sabar, sesungguhnya Allah
bersama orang – orang yang sabar.”
Sub 3 :Tawakkal
Dalam
syariat Islam diajarkan bahwa tawakkal dilakukan segala daya dan upaya dan
ikhtiar dijalankannya. Tasawuf menjadikan maqam tawakkal sebagai wasilah atau
sebagai tangga untuk memalingkan hati manusia agar tidak memikirkan keduniaan
serta apa saja selain Allah. Tawakkal merupakan keteguhan hati dalam
menggantungkan diri hanya kepada Allah Swt. serta berhenti memikirkan diri
sendiri dan merasa memiliki daya dan kekuatan. Dikatakan oleh sejumlah kaum
sufi bahwa barangsiapa yang hendak melaksanakan tawakkal dengan sebenar –
benarnya hendaknya ia menggali kubur di situ melupakan dunia dan penghuninya
artinya tawakal mencerminkan penyerahan diri manusia kepada Allah Swt.
Kesimpulan
Fakir, sabar, dan
tawakkal merupakan tingkatan maqam yang selanjutnya setelah taubat, wara, dan
zuhud. Ketiga maqam yang dijelaskan dalam buku kedua ini karya Bp. H. Ahmad
Bangun dan Ibu Hj. Royani Hanum secara ringkas dan mengambil intisari yang lebih
kepada perbuatannya yang mesti dilakukan oleh seseorang dalam menempuh maqam – maqam
ini.
Maqam – maqam ini bertujuan
untuk melihat seberapa besar amal ibadah seorang manusia di hadapan Allah Swt. sehingga
manusia tersebut dapat mencapai kesempurnaan dalam beribadah dan beramal.
Seperti sebagaimana
digambarkan dalam Al-Qusyairia bahwa seseorang yang belum sepenuhnya qanaah tidak
bisa mencapai tawakkal dan barangsiapa yang belum sepenuhnya tawakal tidak bisa
sampai pada taubah(taslim), begitu seterusnya.
PERBANDINGAN :
Buku pertama menjelaskan tentang pengertian dan makna daripada
ketiga maqam tersebut yakni fakir,sabar, dan tawakal yang lebih mengarah kepada
konsep awal yang menjadi dasar yang seharusnya dicapai.
Buku
kedua lebih kepada penjelasan mengenai bagaimana sikap yang sebaiknya dilakukan
dalam menempuh jalan ketiga maqam tersebut agar dapat kiranya terlaksana dengan
baik dan melanjutkan ke beberapa maqam berikutnya yang lebih tinggi lagi.
0 comments: