IDENTITAS
Nama : Muhammad Sabrino Raharjo
NIM : 72154050
Prodi/Sem. : Sistem Informasi 1/ Semester 3
Fakultas : Sains dan Teknologi
PerguruanTinggi : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
DosenPengampu : Dr. Ja’far, M.A
Matakuliah : Akhlak Tasawuf
TEMA :
Integerasi Tasawuf dan Sains
BUKU 1 : Gerbang Tasawuf (Dimensi
Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi)
IdentitasBuku :
Ja’far, GerbangTasawuf (Medan: Perdana
Publishing, 2016)
A. Integrasi dalam Sejarah Islam
Dalam sejarah intelektual Islam klasik, budaya integrasi keilmuan telah dikenal
dan dikembangkan dengan canggih. Dalam sejarah Islam, ditemukan seorang ahli
astronomi, ahli biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur yang
mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keislaman seperti tauhid, fikih, tafsir, hadist,
dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu-ilmu
kealaman, para pemikir Muslim klasik menempuh pola hidup sufitis, dan
kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan religius
dan spiritual (ja’far,2016,102).
Para filsuf dari mazhab peripatetik merupakan pemikiran Mmuslim yang berhasil
mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumberkan kepada
Alquran dan Hadist, lantaran tema-tema filsafat Yunani diIslamisasikan dan
disesuaikan dengan pradigma islam.(ja’far,2016, 102)
B. Integrasi dalam Ranah Ontologi
Ontologi berfungsi menetapkan substansi yang ingin dicapai yaitu memahami
manusia sesuai dengan sunnatullahnya. Mengingat al-Quran sebagai sumber ilmu
pengetahuan yang paling dapat diandalkan, maka ayat-ayat yang membicarakan
terma-terma seperti insan, basyar, nafs, aql, ruh, qalb dapat dijadikan
rujukan. Dengan patokan, sejauh mana metodologi itu dapat mengejar makna dan
esensi, bukan hanya gejala.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang bermakna keberadaan, dan
logos yang bermakna teori, sedangkan dalam bahasa latin disebut
ontologia, sehingga ontologia bermakna keberadaan sebagaimana keberadaan
tersebut. Ontologi merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari
filsafat; dan membahas teori tentang keberadaan seperti makna keberadaan dan
karakteristik esensial keberadaan. Suriasumantri menyimpilkan bahwa ontologi
sebagai bagian dari kajian filsafat ilmu membahas tentang hakikat dari objek
ilmu dengan manusia sebagai pencari ilmu. Dengan demikian, ontologi adalah ilmu
tentang teori keberadaan, dari istilah ontologi ditujukan pada pembahasan
tentang objek kajian ilmu. (Ja’far, 2016:105).
Berbeda dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dari sufi berpendapat
bahwa ada hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn ‘Arabi (w.
1240), alam diciptakan Allah Swt. Melalui prosest ajalli (penampakan diri)-Nya
pada alam empiris yang majemuk. Tajalli Allah Swt. Mengambil dua bentuk:
Tajalli dzati dalam bentuk penciptaan potensi; dan tajalli syuhudi dalam
bentuk penampakan diri dalam citra alam semesta. (Ja’far, 2016:106)
C. Integrasi dalam Ranah Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme yang maknanya
pengetahuan, dan logos yang maknanya ilmu atau eksplanasi, sehingga
epistemologi berarti teori pengetahuan. Epistemologi dimaknai sebagai cabang
filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok
epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih
pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui.(ja’far,2016,107,108)
Secara epistemologi, metodologi Psikologi Islam merupakan jalan untuk mencari
kebenaran perihal substansi yang ingin diungkapkan, epistemologi
membicarakan apa yang dapat diketahui dan bagaimana cara mengetahuinya. Dalam
masalah ini, pemaknaan aksiologik sangat berperan di dalam menentukan kebenaran
epistemologik. Dengan demikian, dasar epistemologinya adalah hubungan (nisbah)
akal dan intuisi.
D. Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios yang bermakna nilai, dan
logos yang bermakna teori. Aksiologi bermakna teori nilai, investigasi
terhadap asal, kriteria, dan dan status metafisik dari nilai tersebut. Menurut
Bunin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai dan penilaian, termasuk
makna, karakteristik, dan klasifikasii nilai, serta dasar dan karakter
pertimbangan nilai. Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir
dari segala sesuatu. (ja’far, 2016: 109,110)
Kajian-kajian ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen
yang disebut dalam epistemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian
tasawuf mengandalkan metode ‘irfani yang biasa disebut metode takziyah
al-nafs. Meskipun ada perbedaan metode, tetapi kedua metode bisa
melengkapi dan mendukung satu sama lain. (Ja’far, 2016:108)
KESIMPULAN :
Dari segi
sejarah islam , integrasi keilmuan telah dikenal sejak zaman era klasik. Berbagai
macam jenis integrasi antar dua ilmu telah banyak dilakukan oleh ilmuwan – ilmuwan
muslim dunia yang juga merupakan seorang filsuf sekaligus seorang saintis.
Dalam ranah
ontologi yakni teori tentang keberadaan dan sebagaimana adanya, integrasi tasawuf
dari segi ini menafsirkan dunia menjadi terdiri atas elemen material seperti mineral,
tumbuhan, hewan dan manusia yang merupakan akibat dari dunia spiritual yang memiliki
jiwa an-nafs.
Secara epistemologi
integrasi tasawuf yang terjadi ialah pada kontek keilmuan tasawuf yang menjadi dasar
dalam melakukan penelitian ilmiha terhadap suatu objek.
Di ranah
aksiologi tasawuf berperan sebagai etika menjadi seorang ilmuwan muslim yang baik.
BUKU 2 : Filsafat Ilmu
(Dalam Tradisi Islam)
IdentitasBuku :
Prof.DR. Al-Rasyidin M.AG,
DR. Ja’far, M.A(Medan:
Perdana Publishing, 2015)
FILSAFAT
ILMU DALAM ISLAM
Sub 1 : Epistemologi
dalam Islam
Menurut
SuriaSumantri beliau menyimpulkan bahwa epistemologi sebagai bagian dari kajian
filsafat ilmu membahas tentang proses dan prosedur menggali ilmu, metode untuk
meraih ilmu yang benar, makna dan kriteria kebenaran, serta sarana yang
digunakan untuk mendapatkan ilmu. Epistemologi sebagai bagian Filsafat Ilmu (philosophy
of science) mengkaji tentang metode keilmuan sebagai hasil sintesis antara
Rasionalisme, dan Empirisme.
Bagian kajian dalam
Epistemologi Islam diantara meliputi sarana dan metode ilmiah, klasifikasi
ilmu, dan teori kebenaran kajian Epistemologi dalam konsep islam maupun konsep
dunia barat tentang semua hal tersebut(Rasyidin dan Ja’far,Filsafat Ilmu:2016,79).
a. Sarana
meraih ilmu dalam islam meliputi 3 hal, yaitu :
1. Media
Pancaindra
Sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an, pancaindra yang paling sering dibicarakan ialah
al-sama’a (pendengaran) dan al-abshar (penglihatan). Potensi pancaindra dalam
saran manusia untuk meraih ilmu disebabkan karena manusia tidak membawa ilmu
dari alam kandungan, maka dari itu manusia diharuskan dapat memanfaatkan
potensi pancaindra yang diberikan Allah Swt. untuk menyerap ilmu – ilmu yang
ada dimuka bumi.
2. Menggunakan
Akal
Islam
telah memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal. Dalam perspektif islam,
akal membuat manusia dapat meraih ilmu supaya dapat menjadi makhluk yang
bersyukur(Q.S. an-Nahl:78), meskipun hanya sedikit manusia yang bersyukur(Q.S
al-Mulk:23).
Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa akal manusia memiliki banyak kemampuan, dan umat
islam dapat mengidentifikasi tanda – tanda kecerdasan akal.
3. Hati
Dalam
epistemologi Islam, hati ditempatkan sebagai salah satu sarana meraih ilmu.
Dalam tradisi Islam, hati (qalb) merupakan subsistem jiwa manusia. Disebutkan
bahwa dari segi Fungsi, menurut Achmad Mubarok, qalb berfungsi sebagai alat
untuk memahami realitas dan nilai – nilai serta memutuskan suatu tindakan (Q.S
al-A’raf:179), sehingga qalb menjadi identik dengan akal.
Menurut
al-Ghazali, seorang sufi dapat meraih ilmu mengenai banyak hal tanpa melalui
proses belajar dan usaha, melainkan dengan ketekunan dalam ibadah dan zuhud
terhadap dunia.
b. Metode
Keilmuan Ilmiah dalam islam untuk memperoleh ilmu dijabarkan kedalam empat
metode , yaitu :
1. Metode
Bayani
Metode
Bayani disebut juga dengan metode tafsir. Metode tafsir menjadi salah satu
metode ilmiah dalam epistemologi Islam dan digunakan oleh para mufasir. Ulama –
ulama dari bidang fikih, teologi, filsafat dan tasawuf kerap menjadikan metode
tafsir sebagai metode ilmiah dalam kegiatan akademik mereka. Penerapan metode
tafsir merupakan konsekuensi logis dari kenyataan bahwa Al-Qur’an dan Hadis
merupakan sumber pokok ajaran islam, dan wahyu ilahi sebagai sumber ilmu dalam
Islam.
2. Metode
Tajribi
Sebagai
konsekuensi dari pengakuan terhadap alam material sebagai ilmu , epistemologi
Islam menjadikan metode tajribi sebagai salah satu metode yang diakui dalam
peradaban Islam. Metode tajribi (observasi dan eksperimen) merupakan metode
ilmiah terbaik dalam menjelaskan fenomena – fenomena alam meterial. Sebab itu,
metode ini sangat mengandalkan pengamatan indrawi dalam menelaah realitas
material.
Dengan
demikian, kaum empirisme Barat mengandalkan pengalaman dan pancaindera dalam
mendapatkan pengetahuan tentang dunia, sehingga metode observasi dan eksperimen
sangat diandalkan.
3. Metode
Burhani
Visi
islam menegaskan bahwa dunia spiritual sebagai asal dari dunia material. Sebab
itu, ilmuwan muslim membutuhkan metode lain yang tepat dalam menguak alam
material sekaligus alam spiritual, dan ilmuwan muslim dalam peradaban Islm
telah mengenalkan dan mengembangkan metode burhani (metode rasional).
Dalam
perspektif filsafat islam, ilmu logika memberikan manfaat bagi ilmuwan untuk
menemukan kebijaksanaan dan kebenaran.
4. Metode
Irfani
Metode
penyucian jiwa (tazkiyatun Nafs) dalam rangka meraih dan memperoleh ilmu yang
diyakini oleh kaum sufi bahwasanya ilmu hakiki hanya dapat diraih dengan cara
mendekatkan diri kepada sosok yang Maha Mengetahui melalui jiwa yang telah
suci.
c. Klasifikasi
Ilmu
a. Ilmu
– ilmu religius
Merupakan
ilmu yang membahas tentang prinsip – prinsip dasar , keesaan Ilahi, kenabian,
dan sahabat nabi. Cabang – cabang furu’ yang mengenai kewajiban manusia kepada
Tuhan (ibadah), dan kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (akhlak)
b. Ilmu
– ilmu rasional, intelektual, dan filosofis
Diantaranya
ialah ilmu kemanusiaan, alam, terapan, teknologi, dan perbandingan agama serta
sejarah islam tentang pemikiran kebudayaan dan peradaban islam, perkembangan
ilmu – ilmu sejarah islam, filsafat dan sains islam sebagai sejarah dunia.
d. Teori
Kebenaran
Pertama
: Teori Koherensi
Yaitu
suatu pernyataan dinilai benar apabila pernyataan tersebut koheren (konsisten) dengan
pernyataan – pernyataan sebelumnya yang telah dinilai benar.
Kedua
: Korespondensi
Yaitu
suatu pernyataan dinilai benar apabilai materi dari pernyataan tersebut
berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan
tersebut.
Ketiga
: Pragmatis
Yakni
kebenaran apabila suatu pernyataan memiliki sifat fungsional terhadap kehidupan
praktis atau pernyataan tersebut memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia.
Sub 2 : Ontologi
dalam Islam
Ontologi merupakan
bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat. Dan membahas teori
tentang keberadaan seperti makna keberadaan dan karakteristik esensial
keberadaan. Suriasumantri menyimpulkan bahwa ontologi sebagai bagian dari
kajian filsafat ilmu membahas tentang hakikat dari objek telaah ilmu dan
hubungan objek ilmu dengan manusia sebagai pencari ilmu.
Filsafat ilmu dalam
islam menjelaskan bahwa sumber – sumber ilmu adalah Allah Swt., sebagai sumber
dari segala sumber ilmu, wahyu ilahi (al-Qur’an dan Hadis) sebagai sumber ilmu
kewahyuan dan alam( terutama alam material) sebagai sumber ilmu empirik.
A. Allah
Swt.
Dalam
sumber – sumber keagamaan islam, Al-Qur’an dan hadis disebutkan bahwa Allah
Memiliki nama – nama (al-asma al-husna) diantaranya iala Al-Alim dan al-Hakim.
Keberadaan dua nama tersebut dalam kitab suci umat islam menguatkan doktrin
epistemologi islam bahwa sumber dari segala sumber ilmu adalah Allah Swt.
Masyarakat akademik patut menyadari bahwa Allah Swt. adalah sumber dari segala
sumber ilmu.
Secara
teologis disebutkan bahwa Allah Swt. memiliki sifat Maha Mengetahui, dan
Pengetahuan-Nya sangat Luas. Dengan demikian umat islam diajarkan senantiasa
memohon tambahan ilmu kepada Allah Swt. sebagai Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana. Tegasnya, Allah Swt. sebagai pemilik ilmu dan kebijaksanaan, maka
ilmuan Muslim seyogyanya terus mendekatkan diri kepada-Nya.
B. Wahyu
Ilahi
Dalam
epistemologi islam, wahyu ilahi termanifestasi dalam Al-Qur’an dan Hadis yang
menjadi salah satu sumber ilmu dalam peradaban islam.
Al-Qur’an
dan Hadis merupakan dua sumber utama ajaran islam yang tidak saja membahas
masalah agama (akidah,syariah, dan akhlak), tetapi juga masalah sains
(Tuhan,alam, dan manusia). Al-Qur’an dan hadis menyajikan pengetahuan tentang
ayat – ayat Qauliyah yang menghasilkan ilmu – ilmu religius dan ayat – ayat
kauniyah yang menghasilkan ilmu – ilmu intelektual-filosofis. Dengan demikian ,
dapat dilihat bahwa al-qur’an mengandung doktrin syariat, filsafat, dan sains.
Banyak
ahli menyimpulkan bahwa tidak ada pertentangan antara sains dengan ayat – ayat
Al-Qur’an dan hadis sahih. Sebab itu, ilmuwan dan pelajar muslim dalam berbagai
disiplin keilmuan diharapkan dapat mengambil hikmah dari al-qur’an dan hadis
sebagai sumber ajaran islam yang mengandung prinsip – prinsip dasar agama, sekaligus
sains dan teknologi.
C. Alam
Dalam
ontologi Islam, alam menjadi salah satu objek telaah ilmu dan sumber ilmu
selain Allah Swt. dan wahyu Ilahi. Dalam karya – karya para filsuf Muslim telah
dijelaskan bahwa alam bersifat majemuk, dan tidak seperti kaum materialis dan
atheis yang menilai bahwa dunia material/fisik sebagai satu – satunya alam
realitas sejati.
Menurut
Ghulsyani, Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk meneliti alam. Pengkajian
terhadap alam mampu membuat umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
sebab alam merupakan tanda dari keberadaan dan kekuasaan-Nya. Dengan demikian
tujuan penelitan terhadap alam adalah mengukuhkan tauhid. Dalam Al-qur’an
disebutkan tiga masalah dalam pengkajian terhadap alam. Pertama, asal usul dan
evoulsi makhluk – makhluk dan fenomena. Kedua, penemuan aturan, koordinasi, dan
tujuan alam. Ketiga, memanfaatkan kekayaan alam yang disediakan tuhan bagi
manusia secara sah. Sains dan teknologi harus menjadi alat dalam mewujudkan
tujuan – tujuan ilahi.
Sub 3 : Aksiologi
dalam Islam
Menurut Bunnin dan
yu, aksiologi adalah studi umum tentang nilai, dan penilaian, termasuk makna,
karakteristik, dan klasifikasi nilai serta dasar dan karakter pertimbangan
nilai. Sumantri kembali menyimpulkan bahwa aksiologi dalam islam membahas
kajian tentang kegunaan dan penggunaan ilmu, kaitan antara penggunaan ilmu
dengan kaedah moral, dan hubungan antara prosedur dan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma – norma moral dan profesional.
A. Kegunaan
dan Pengembangan Ilmu
Dari
perspektif filsafat ilmu dalam tradisi barat, tugas dan tujuan sains (ilmu alam
dan ilmu sosial) adalah menjelaskan peristiwa – peristiwa, proses – proses atau
fenomena aktual di alam (material) dan tidak ada sistem ide – ide teoretis ,
teknis, dan prosedur – prosedur matematis yang patut disebut ilmiah jika tidak
bertarung dengan fakta – fakta empiris itu pada titik tertentu dan dengan cara
tertentu membantu membuatnya lebih dapat dipahami.
Dari
perspektif sains Islam, menurut Ghulsyani , sains Islam dijadikan sebagai alat
untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, keridaan dan kedekatan kepada-Nya
yang dalam penerapannya menurut perspektif Islam penggunaan dan pengembangan
Ilmu dan teknologi harus memerhatikan filosofi penetapan syariat dalam Islam.
Konsumen
dan produsen ilmu dalam islam tidak boleh menggunakan atau mengembangkan sains
dan teknologi yang dapat merusak dan menghancurkan agama, jiwa, keturunan,
harta, dan akal manusia secara keseluruhan baik muslim maupun Non-Muslim.
B. Etika
Ilmuan dan Penuntut Ilmu
1. Etika
ilmuwan dalam Al-Qur’an dan Hadis
Sebagai
pemilik ilmu, Allah Swt. telah mengajarkan Ilmu kepada para nabi dan rasul.
Al-Qur’an dan hadis menjadi argumentasi kuat bahwa para nabi dan rasul meraih
banyak ilmu dan hikmah dari Allah Swt. Karena itu, para ilmuwan Muslim harus
mampu meneladani figur Maha Ilmuwan dan Ilmuan sejati itu, kendati sangat
disadari bahwa keterbatasan manusia membuat mustahil meniru Allah Swt. sebagai
pemilik ilmu, serta para nabi dan rasul sebagai pewaris ilmu dari-Nya. Setidaknya
ilmuwan muslim harus mampu mengaktualisasikan nama – nama Allah Swt. dan sifat
– sifat para nabi dan rasul.
2. Etika
akademik Ilmuwan menurut Ulama
Dalam
kitab al-rasul wa al-Ilm, Yusuf al-Qardhawi menegaskan kemestian ilmuwan
memerhatikan moralitas ilmu dan ilmuwan. Moralitas Ilmuwan Muslim itu adalah :
a. Ilmuwan
memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap Allah Swt. dari berbagai
aspek, mulai dari penggunaan sampai kepada penyebaran ilmu.
b. Ilmuwan
harus memiliki sifat amanah Ilmiah. Bentuk amanah ilmiah tersebut adalah
ilmuwan harus merujuk pemikiran kepada pemikirnya, dan tidak mengutip dari
orang lain tanpa menyebut sumber pengutipan.
c. Ilmuwan
harus bersifat tawaduk.
d. Memiliki
sifat izzah, yakni perasaan mulia tatkala menghadapi orang – orang sombong ,
dan orang – orang yang bangga dengan kekayaan.
e. Ilmuwan
harus menerapkan ilmunya.
f. Harus
menyebarluaskan ilmunya
g. Ilmuwan
harus membolehkan penerbit untuk menerbitkan karya – karya nya.
h. Meluruskan
niat dalam menempuh pendidikan dan pengajaran.
i.
Harus terus
belajar sepanjang hidup.
j.
Ilmuwan harus
meniru para ulama salaf dalam tradisi penulisan karya akademik.
k. Menyiapkan
diri menghadapi berbagai cobaan.
l.
Menghormati guru
sesuai haknya.
m. Memberikan
perhatian serius tidak saja kepada ilmu – ilmu fardh’ain tetapi juga ilmu –
ilmu fardhu kifayah.
Kesimpulan
Epistemologi dalam
islam yang dibahas buku ini membicarakan tentang hakikat keilmuan terkait
proses – proses memperoleh ilmu dan tatacara dalam melakukan telaah ilmu untk
mencari kebenaran ilmu tersebut dengan menggunakan teori – teori tentang
kebenaran yang ada untuk memastikan kebenaran ilmu tersebut.
Ontologi dalam
perspektif islam membicarakan tentang keberadaan maupun sumber – sumber dari
berbagai macam ilmu yang ada ditelaah dan diyakini sebagaimana ilmu tersebut
adanya dan keberadaannya ditelusuri dan diteladani.
Aksiologi dalam
keilmuan keislaman meliputi berbagai tindakan yang mesti dilakukan oleh seorang
ilmuwan dalam konteks kesehariannya dalam meneliti suatu hal yang tetap harus
senantiasa ber etika sebagai seorang Ilmuwan Muslim.
PERBANDINGAN :
Buku pertama memaparkan cerita tentang bagaimana integrasi yang terjadi antara tasawuf dan sains berdasarkan uraian pengalaman yang dialami oleh tokoh sufi terkemuka.
Buku kedua berfokus pada konsep keilmuannya dalam perspektif islam tentang filsafat dari segi epistemologi, ontology, dan aksiologi.