PUISI SOSIAL
9:33 AM
By
Unknown
Puisi
0
comments
Puisi - puisi Karya Saiful Amri, S.Pd (Sastrawan medan)
1.Mereka
pada sela tak
terjamah pandang
mereka menguliti
nurani
bernanah
borok di sekujur
kepala
baunya tak lagi
bau manusia
kalah harum oleh
anjing import
mereka di
mana-mana
pada setiap
celah matahari
akrab dengan
embun
bersahabat mimpi
pagi kering tak
pernah henti
menuai sesal
pada angin
pada tempat
lahir
pada semua
kumuh
tak ada raskin
yang singgah ke situ
nama mereka tak tercatat dalam warga negara
mereka
tengadahkan tangan di lumbung padi ini
menunggu
kematian massal
Medan, Juni 2008
2.Dia Lapar
Tak ada lagi
suara
Energi tangis
habis
Tangan lemah tak
lagi menjulur
bilik sepi
Menghadap Ilahi ketika
tetangga pergi
Air mata
berduyun-duyun
Mengantar sesal
tanpa makna
Medan, Mei 2008.
3.ELEGI HIJAU
dua helai daun
rebah di bumi
berdekap erat
tertimbun pasir mengering
genggaman kasih
sepenuh air murni pada sejuk pegunungan
terkubur di situ
pada bumi mengering dan pasir bertajam kaca
hujan menyapa dengan
palu guntur
dua helai daun
tertusuk beribu jarum
nafas pergi
ditimpa dingin
tengah malam
tertimbun lumpur
pembawa aroma kubur
dua helaii daun
pembawa hijau kasih
tak tercatat
pada sanubari ketandusan
tak
termakna sebagai nikmat
tersulap sebagai
kabar bencana
Gang
Umar, Mei 2008
4.BOLA MATA
PURBA
Setelah lama kumati
Pagi ini aku
hidup kembali
Karena tatapan
pijarmu
Sebelum lahir
Aku telah rindu
5.PEREMPUAN
BERBU BUNGA
kau julurkan
harum
pada penat itu
aku tak bisa membau
hanya rongga
kosong di sini
matamu berdelat
mengundang nyali
terbakar haus
menjadi api
kita pada
simpangan
penuh beda
sayangku
6.HARAPAN PADA
BULAN
bulan bermata
pijar
menuansa pada
angan tua
tanganku rengat
hati berdegap
tercambuk bias
pijarmu
apakah bila
tubuh ini rengat, rengat juga mimpiku
membusuk di
makan ulat
terkubur bersama
tulang-tulang
mati
diam pada alam
baru
bulan bermata
pijar
dekap aku
hilangkan rengat
ini.
7.RINDU INI
SANGAT BERHARGA
Jakarta- Amerika
tidak jauh
hanya mahal
rinduku masih di
bumi
terlalu mahal
kuhampiri
8.DARA PESONA
daun rindang dan
bening air
melalui taman
rumahmu
ketika mimpiku
menghampiri jelajah hati
kau tanam
pada dasar asa terdalam
termimpi
pada malam
paling singkat
senyummu kucerna
sepanjang hidup
9.Catatan Abjad
pesona rumah
berpijar menabur
cinta
selalu menyambut
embun
mengetuk batin
memberi gairah
pada gordyn
indah
bertumpuk
harapan
dapur hingga
hari depan
pesona rumah
berkecimpung
masuk pada asamu
hari masih juga
menggoda
sapamu ke sisi
lain
menerbangkanmu
mendaratkan
hati
kau sebut sebuah
nama
atas hidup masa
lalu
sua itu menabur
rindu
hati tanpa
peduli
kau bawa
pada rumah kotak
di tengah kota
menembus terik
di atas kereta
kau tangkap
abjad terakhir
kau bawa terbang
mengisi mimpi
sepanjang malam
tak juga kau
tutup buku?
abjad sudah
terakhir
tak ada lagi
kisah, kawan!
Mei 2008
10.Benarkah Ini Nyata?
anak kandung yang kau tirikan
beranjak tua
siang malam
menyaksikan mata pisau
kau tikam pada
jantung renta
tagis anak dan
istri
menggugatku
sebagai bapak
di rumah ini
kalian
kelakar
mencibirku
memberi merek
buram pada namaku
semoga Tuhan
tetap Mahaadil
Medan, Mei 2008
11.RINDUKU PADA
CINTAMU
Malam,
di mana kau
sembunyikan cinta
aku tekapar,
melolong melebihi anjing
mengais cinta
sampai ke comberan
aku rindu puisi
cinta dari rahim putihmu
penyejuk yang
melebihi teduh rambut istriku
malam,
anakku buta
mencari nenek
mengucap kata
“Bapak, carikan
aku nenek yang baik”
bunga putih,
harumkan hatiku
atas malam ini
putihkan jiwaku
dari dera
pancarkan Tuhan
Pemurah padaku
agar Dia tak
memurkaku
Mei, 2008
100.Baju Hitam
Setangkai Malam
membajui tubuhku
Menjalar hingga
kepala
Mewarna gelap
Abu-abu
Bintang yang
kupanggil, menjauh
Meninggalkan
luka
Membaui rumah
kumuh
Aku masih tetap
malam
Merindu fajar
Tanpa ujung
Terpintal-pintal
di naluri
Kelurahan Sidorejo, Mei 2008
12. Bahan Bakar
Minyak
matahari bumiku
maafkan kami
yang sombong
atau kami yang
takut
atau kami yang
bodoh
selalu mengangungkan minyak
Kelurahan Sidorejo, Mei 2008
13Jangan Sampai
Matahari Murka
kita selalu alpa
bersyukur
pada tropis
iklim kita
pada katulistiwa
yang tak pernah bergeser
kita selalu
terlambat bermimpi
pada atap-atap
kita
yang memiliki
daya hidup
seumur matahari
masih juga kita
mengagungkan bangkai
berharap ribuan
jiwa mati
menjadi fosil
menghidupi mesin
buatan kita
bagaimana jika
matahari murka
tak mau hadir di
negeri tropis
masih layakkah
kita menyesal
atas pengabaian
kita sendiri
Kelurahan Sidorejo, Mei 2008
14.Langkah
malam,
ceritalah padaku
tentang kepak elang
mencari langit
membiru tadi siang
pagi,
berikan embunmu
aku ingin
menyegarkan alam
menyejukkan penghuninya
menyiapkan senja
dan malam
untuk megah medan yang menua
Medan, Mei 2008
15.Wasiat Ayah
jagalah marni
Kelak bangsa ini kembali besar
Amerika pun menjadi kecil
Kitalah pemakmur dunia
Marni akan melahirkan anak pekasa
Membesarkan setia kawan
Kawinkanlah marni
Bukan pada penjilat
Carikan orang yang mengerti orang
Tahun dulu,
Ayah mati tersandung kerikil kecil
Beberapa hari sebelum bangsa ini dimakmurkannya
Tak sempat ia membesarkan marni
Darah ayah tertumpah untuk kita
Menitip negeri di nusa dua
Ayah akan hidup
Medan,
Mei 2008
16.Energi Tua
Hei,
berhentilah kau
berbisnis energi. Rakyat tak sanggup membeli fosil tuamu.
Terlalu sedikit
yang membangkai di perut
bumi. Apa kita harus segera difosilkan
Kawan,
Jangan
kutak-katik negeri ini. Huru-haramu takkan menurunkan harga minyak.
Apa ingin tak
punya energi? Huru-haralah terus. Kebodohan kita akan terbaca. Apa kita tak
bermalu?
Kami minta
dukunganmu agar kita akrab saja dengan mentari.
Kami mohon
utility difasilitasi
Datangkan
silikon pada kami sebelum mentari merajuk di bumi tropis
Beri kami fanel
surya
Ajimat energi
pendaya hidup
Berikan
secepatnya, sebelum khatulstiwa menjadi kutub!
Medan, Juni 2008
18.Terus Menghitung Malam
Peti jenazah
Membuka tabir
malam
Tanpa lentera
Kubur
Batu
Menelan fakta
Peti jenazah
Digotong
Menutup malam
Tanpa teriakan
Reformasi
Termimpi pada
sisi kubur
Cacing-cacing
Mulai menghambur
Menghampiri kita
Medan, Juni 2008.
19.Pengaduan
Malam,
Berikan
aku semua
Dari
pejam hingga pejam
Medan, Juni 2008
20.Lukamu Tak Berjawab
malam bekukan bumi
kemudi patah diganas ombak
perut melantun sunyi
darah menjalar
kau di situ
apa yang kau cari
rumah jadi nisan
tersisa abu
masihkah dicari mati yang abadi
Medan. Juni 2008
21.Imbau pada Yun
Sembunyi pada
dinding tak pasti
Melumat hari
Menjaring gelap
Menabung siur
Apa yang kau
sembunyikan, kawan
Ini jalan untukmu
Tanpa lubang
Tanpa kelok
Mari
Kita pacu
gemuruh
Menangkap
matahari
Pada tatap mata
anak-anak kita
Medan, Juni 2008
Aku Tak Punya Bayangan
Jelajahku
pada hatimu
Membekas
tanya
Apa
maumu
Ketika
pantai basah
Pasirmu
membenam ragaku
Untuk
sepotong cinta
Aku
merayap berulang
Denganmu
Aku
tak punya bayangan
Katakan
bunyi indah itu!
Medan, Juni 2008
Penantian Panjang
Angan
ini terbenam
Bertahun
Melebihi
usia
Menunggu
tuai
Tak
usai
Aku
diputar angin
Medan, Juni 2008
Suara Jelang Tidur
Deringmu lagi
Mengusik
malam ini
Tak
jua pergi
Deringmu
lagi
Menggesut
hati
Hampir
mati
Medan, Juni 2008
Saat Hampir Tidur
Bulan
penuh duri
Tak
berharum
Di
atas atap rumahku
Yang
kosong
Tanah
lapang di ruang tamu
Tengadah
padaku
Menuntut
janji
Dalam
sejuta rencana hidup
Medan, Juni 2008
Hari Jadi Buram
Pada tua umurmu Medan
Bertabur
gemerlap malam
Membalut
renta
Mengubur
luka pada penghunimu
Maafkan
ayahmu
Terlalu
asyik memadamkan api
Tak
dapat nyalakan lilin
Pada
hari lahirmu
Dia
menangis
Meratapi
jelata kota
Medan, Juni 2008
21.Setelah Kau Melambung
ulang tahun medan
pagi tanpa tawa
malam patah
terdampar pada
bulan gelap
lambung harga
nafasku megap
ke mana kubawa
duniaku
hanya luka yang bersimpuh di sini
dikucil
peradaban
Medan. Juni 2008
Inilah Kita
Kita orang Medan
bukan orang
kutub
Yang tak
memiliki matahari
Yang bergantung
pada minyak
Kita orang tropis
Yang memiliki
matahari
Yang diberi
energi sepanjang masa
Yang memiliki khatulistiwa
Tapi kita orang tak bersyukur
Yang tak
memberdayakan anugrah di bumi
Yang tak mau
menghentikan bisnis enegi
Yang tak punya
mimpi untuk ketentraman rakyat
Yang enggan
maju, hanya ingin kaya saja
Medan, Juni 2008
0 comments: