RESUME (Al-Maqamat :Cinta, Ridha, dan Maqam Lain)

IDENTITAS
Nama                           : Muhammad Sabrino Raharjo
NIM                            : 72154050
Prodi/Sem.                  : Sistem Informasi 1/ Semester 3
Fakultas                       : Sains dan Teknologi
PerguruanTinggi          : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
DosenPengampu         : Dr. Ja’far, M.A
Matakuliah                  : Akhlak Tasawuf

TEMA                                    : Cinta, Ridha, dan Maqam Lain (Hirarki al-Maqam)

BUKU 1                     : Gerbang Tasawuf (Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi)
IdentitasBuku            : Ja’far, GerbangTasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016)

Sub 1 :Cinta (al-mahabbah)
Dirangkum menurut Ja’far(2016:78):
Cinta (al-mahhabbah) adalah maqam sebelum menuju ridha. Didalam al-Qur’an terdapat beberapa dalil tentang al-mahhabbah, yang diantaranya adalah Q.S. al-Maidah:54, Q.S. al-Shaff:44 dan Q.S Ali-Imran:31. Namun, didalam al-qur’an yang disebutkan tidak menggunakan kata al-mahabbah, melainkan menggunakan kata dasar hub yang disebutkan dalam berbagai bentuk kata sebanyak ± 99 kali.
Firman Allah Swt. dalam Surah Al-Baqarah:165 , yang artinya secara ringkas menggambarkan tentang orang – orang yang menyembah selain Allah, kemudian mereka mencintai yang mereka sembah itu sebagaimana mereka mencintai Allah, maka sesungguhnya mereka akan menyesalinya ketika melihat siksa Allah yang amat berat tiada tertandingi dari yang mereka sembah itu. Dan orang – orang yang beriman tetaplah amat sangat cintanya kepada Allah Swt(Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,78).
Dalam pengajaran ilmu tasawuf makna daripada al-Mahabbah dapat dilihat dari ucapan kaum sufi Junaid al-Baghdadi misalnya, beliau berkata “cinta adalah masukknya sifat – sifat kekasih pada sifat mencintai” kemudian Husain al-Manshur al-Hallaj juga mengatakan bahwa “Hakikat cinta itu jika kamu berdiri bersama kekasihmu dengan menanggalkan sifat – sifat mu” serta ditambah lagi oleh pendapat Ibnu Qudamah “tanda cinta kepada Allah Swt., adalah senantiasa gemar mengasingkan diri hanya untuk bermunajat kepada Allah seperti membaca al-Qur’an dan Shalat Tahajud” (Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,80).

Sub 2 : Ridha (al-Ridha)
Kata rida berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwanan yang artinya adalah “senang, puas, memilih, persetujuan, menyenangkan, dan menerima. Dalam kamus bahasa Indonesia, ridha adalah “rela, suka, senang hati, berkenan, dan rahmat.”(Ja’far. 2016:80).
Terdapat 73 kali penyebutan kata Ridha dalam al-Qur’an, beberapa diantaranya adalah :
1.      Radhiya = 6 kali.
2.      Radhitu = 1 kali.
3.      Radhitum = 2 kali.
4.      Radhu’ = 9 kali.
5.      Tardha = 4 kali.
6.      Tardhahu = 2 kali.
7.      Tardhaha = 1 kali.
8.      Tardhau = 2 kali,
9.      Tardhauna = 1 kali.
10.  Tardhaunaha = 1 kali.
11.  Yardha = 5 kali.
12.  Yardhahu = 1 kali.
13.  Yardhahunahu = 1 kali.
14.  Liyardhahu = 1 kali.
15.  Yardhaina = 1 kali.
16.  Yardhukum = 1 kali.
17.  Yardhunakum = 1 kali.
18.  Yardhuhu = 1 kali.
19.  Taradhu = 1 kali.
20.  Taradhaitum = 1 kali.
Dan seterusnya banyak lagi penyebutan istilah ridha secara berulang kali dan dalam berbagai bentuk yang memperlihatkan bahwa maqam Ridha bernilai penting dalam islam (Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,81).
Menurut al-Hujwiri , “ridha terbagi menjadi dua macam, yaitu Ridha Allah terhadap hambanya, dan Ridha hamba terhadap Allah Swt. Ridha Allah terhadap hambanya adalah dengan cara memberikan pahala, nikmat, dan karamah-Nya , sedangkan Ridha hamba terhadap Allah adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan tunduk atas segala hukumnya.” (Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,83)
Makna rida sendiri menurut Ibnu Qudamah ialah : “seorang hamba menyadari bahwa pengaturan Allah Swt. lebih baik dari pengaturan manusia, dan ridha atas penderitaan karena dibalik penderitaan ada pahala apalagi penderitaan itu berasal dari Allah Swt. (Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,84)

Sub 3 : Maqam Lain
Menurut buku karangan Dr.Ja’far, M.A yang berjudul Gerbang Tasawuf , tertulis maqam lain yang masih dapat diraih oleh seorang salik setelah mencapai ridha, yakni maqam Makrifat.
Maqam makrifat yang disebutkan ini menurut sebagian sufi merupakan maqam tertinggi diantara maqam – maqam yang harus dicapai oleh seorang salik untuk bisa menjadi seorang sufi yang sejati.
Menurut al-Kalabazi, makrifat terbagi menjadi dua, yakni al-ma’rifat haq yang berarti penegasan keesaan Allah atas sifat – sifat yang dikemukakan-Nya dan al-ma’rifat haqiqah yang bermakna makrifat yang tidak bisa dicapai dengan sarana apapun, sebab sifat-Nya tidak dapat ditembus dan ketuhanan-Nya tidak dapat dipahami(Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,84).
Pengertian daripada makrifat menurut Nashr al-Din al-Thusi adalah derajat tertinggi pengetahuan tentang Allah Swt. dan pengetahuan tentang-Nya memiliki beberapa tingkatan(Ja’far,Gerbang Tasawuf : 2016,85).

Kesimpulan
Cinta (al-Mahabbah) dalam pengajaran ilmu tasawuf merupakan sebuah rasa ketertarikan dari hati manusia yang mencapai kepada keinginan untuk menjadikan Allah Swt. seperti kekasih hati manusia dengan menangggal sifat – sifat buruk yang ada pada manusia kemudian senantiasa gemar mengasingkan diri dalam rangka hanya untuk bermunajat kepada Allah Swt. dengan memperbanyak dzikir, membaca al-Qur’an , dan melaksanakan shalat tahajud sebagai bentuk tanda cinta kita kepada Allah Swt.
Ridha adalah sifat maupun sikap ikhlas menerima apapun adanya yang telah ditetapkan Allah atas segala bentuk usaha yang telah kita lakukan yang lebih diperkuat lagi dengan sikap hati yang tenang dalam tunduk terhadap ketentuan – ketentuan dan larangan Allah Swt.
Makrifat adalah maqam tertinggi dalam urutan pencapaian seorang salik dalam mencapai sufi yang merupakan derajat tertinggi daripada pengetahuan tentang Allah Swt.


BUKU 2                     : Ilmu Tasawuf
IdentitasBuku            : M. Alfatih Suryadilaga., dkk (Yogyakarta:KALIMEDIA, 2016)

Termuat dalam BAB 3 , tentang (Al-Maqamat, dan Al Ahwal)
Sub 1 : Ridha
(Alfatih:2016,106)
Ridha iala suatu tingkatan pengembaraan ruhani dimana sufi mampu mengubah segala bentuk penderitaan , kesengsaraan , dan kesusahan menjadi kegembiraan dan kenikmatan.
Menurut Dzul An-Nun , ridha merupakan sebuah perasaan bahagia dengan bagaimanapun pahitnya ketentuan tuhan(Alfatih,IlmuTasawuf : 2016,107).

Sub 2 :Cinta
(Suryadilaga, Alfatih.Ilmu Tasawuf.Kalimedia.Yogyakarta:2016,118-119)
Al-Hubb(Mahabbah) secara harfiah berarti mencintai secara mendalam yang lebih ditegaskan kembali oleh Jamil Shaliba dalam bukunya (Al-Mu’Jam al-Falsafy.1978:349), mahabbah adalah kecintaan yang mendalam secara ruhaniah kepada tuhan.
Menurut Al-Sarraj sebagaimana dikutip dari Harun Nasution, mahabbah mempunyai 3 tingkatan :
1.      Cinta Biasa
Iala cinta yang selalu mengingat tuhan dengan cara berdzikir.
2.      Cinta Orang yang Siddiq (orang yang kenal kepada Tuhan,Kebesaran-Nya, Kekuasaan-Nya, Ilmu-Nya, dan lain – lain )
Cinta ini ialah cinta yang dapat menghilangkan tabir pemisah diri seorang dari tuhan yang kemudian dapat melihat rahasia – rahasia Tuhan. Cinta tingkat ini membuat hati orangnya sanggup menghilangkan kehendak dan sifat – sifat pribadinya, penuh dengan rasa cinta kepada Tuhan , dan selalu rindu pada-Nya.
3.      Cinta Orang yang Arif ( orang yang tahu betul dengan Tuhan)
Cinta ini timbul karena telah tahu betul tentang Tuhan. Akhirnya sifat – sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang mencintai.

Sub 3 :Maqam Lainnya
Dalam literatur tasawuf tidak ditemukan keseragaman dari ahli – ahli ilmu tasawuf dalam menentukan jumlah tingkatan (susunan) dari Al-Maqamat. Hal ini terlihat dari Abu Nashr Al Sarraj Al Thusi dalam kitabnya Al-Luma’ tingkatan terakhir adalah Ridha, Abu Bakar Muhammad Al Kalabi tingkatan terakhir adalah makrifat, dan Al-Ghazali menempatkan pada tempat tertinggi adalah ma’rifat dan ridha.
Oleh karena itu dalam buku ini diambil fokus pada formulasi Al-Maqamat oleh Al-Thusi yang didasari oleh hasil pencermatan bahwa masing – masing maqam yang disusun Al-Thusi banyak terdapat pada kitab – kitab lainnya(Alfatih,IlmuTasawuf : 2016,96-97).


Kesimpulan
Ridha adalah tingkatan pengembaran ruhani seorang sufi dimana sufi tersebut perasaan nya telah merasa bahagia selalu bagaimanapun pahitnya ketentuan yang ditetapkan tuhan
Cinta adalah perasaan mencintai secara mendalam yang sampai kepada tidak adalagi perasaan maupun hal – hal lain yang membatasi kedekatan seorang sufi dengan Tuhannya.

PERBANDINGAN  :
            Buku pertama secara detail menerangkan kejadian yang dilakukan seorang salik dalam mencapai sufi dan memaparkan banyak sekali berdasarkan pendapat – pendapat kaum sufi yang sudah terpercaya dan terlebih dahulu menjalani maqam – maqam ini.
            Buku kedua memuat pemaparan yang lebih terperinci dalam topik cinta, namun tidak memuat paparan mengenai maqam makrifat yang dikarenakan maqam tersebut hanya dikemukakan oleh beberapa sufi saja.

0 comments: