Biografi Sufi (Al-Husain bin Manshur Al-Hallaj)

IDENTITAS
Nama                           : Muhammad Sabrino Raharjo
NIM                            : 72154050
Prodi/Sem.                  : Sistem Informasi 1/ Semester 3
Fakultas                       : Sains dan Teknologi
PerguruanTinggi          : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
DosenPengampu         : Dr. Ja’far, M.A
Matakuliah                  : Akhlak Tasawuf

TEMA                                    : Biografi Sufi (Al-Husain bin Manshur Al-Hallaj)
BUKU REFERENSI            : *(Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemikirannya, Pustaka  
                                                     Panjimas, Jakarta, 1983)
                                                  *(Attar, Fariduddin.Tazkiratul Auliya. Al-Farooq Book  
                                                     Foundation, Lahore, 1997)

AL HUSAIN BIN MANSHUR AL HALLAJ

A.    Identitas dan Riwayat Hidup.
Nama besarnya adalah Abu Wusith Al-Husain bin Manshur Al-Hallaj Muhammad Al-baidhowi. Lahir di Thur, salah satu desa dekat Baida di Persia, pada tahun 244H/858M, dan merupakan salah seorang murid dari Sahl bin Abdullah At Tusturi dan berguru pula pada Amar Al-Makki dan Al-Juanaid. Al-Hallaj dijatuhi hukuman mati dan hukuman mati ini dilaksanakan secara kejam pada tanggal 29 Zulkaidah 309 H atau 28 Maret 913, sehinngga beliau meninggal pada tahun 309 H/ 913 M.
Al-Hallaj hidup di zaman pemerintahan khalifah Al-Maktadirbillah. Dan ia kawin dengana nak Abu Ya’kub Al-Aqtha’. Pernah dua kali ia ditahan polisi kerjaan Abbasiyah dan atas perintah perdana menteri Ibnu Isa dalam tahun 913 H. Al-Hallaj dipenjara selam 8 tahun (Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemikirannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hlm. 138).
Abul Mughits al-Husain bin Manshur al-Hallaj adalah tokoh yang paling kontroversil di dalam sejarah mistisme Islam, ia sangat sering melakukan pengembaraan, mula-mula ke tustar dan Baghdad, kemduain ke Mekkah, dan sesudah itu ke Khuziztan, Khurasan, Transoxiana, Sistan, India dan Turkistan. Terakhir sekali ia kembali kota Baghdad, tetapi karena khotbah-khotbahnya yang berani mengenai bersatunya manusia dengan Allah ia dipenjarakan, dengan tuduhan telah menyebarkan faham inkarnasionisme. Ia menulis beberapa buah buku dan syair-syair yang banyak jumlahnya. Di dalam legenda Muslim, al-Hallaj tampil sebagai prototip dari seorang pencinta yang mabuk dan tergila-gila kepada Allah.

B.     Pengembaraan Al-Hallaj
(Attar, Fariduddin.Tazkiratul Auliya. Al-Farooq Book Foundation, Lahore, 1997, bab.20).
Husain al-Manshur, yang dijuluki al Hallaj (pemangkas bulu domba), mula mula pergi ke Tustar, dan mengabdi kepada Sahl bin Abdullah selama dua tahun. Setelah itu ia pindah ke Baghdad. Ia memulai pengembaraannya ketika ia berusia 18 tahun.
Setelah itu ia pergi ke Bashrah dan mengikuti “Amr bin “Utsman selama delapan belas bulan. Ya’qub bin Aqtha menikahkan putrinya kepada Hallaj, dan setelah pernikahan itulah “Amr bin ‘Utsman tidak senang kepadanya. Maka Hallaj meninggalkan kota Bashrah dan pergi ke Baghdad mengunjungi Junaid. Junaid menyuruh Hallaj berdiam diri dan menyendiri. Setelah beberapa lama menjadi murid Junaid ia pergi ke Hijaz. Dia tinggal di Kota Mekkah selama setahun, kemudian kembali ke Baghdad. Bersama sekelompuk sufi, ia mendengarkan ceramah ceramah Junaid dan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak dijawab oleh Junaid.
Ketika Junaid tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan, Hallaj menjadi jengkel dan pergi menuju Tustar tanpa pamit. Di sini ia tinggal selama setahun dan mendapatkan sambutan luas. Karena Hallaj kurang acuh terhadap doktrin yang populer pada masa itu, para theology sangat benci kepadanya. Sementara ‘Amr bin ‘Utsman menyurati orang-orang Khuziatan dan memburuk-burukan nama Hallaj. Tetapi Hallaj sendiri sebenarnya sudah bosan di tempat itu. Pakaian sufi dilepaskannya dan ia mencebur ke dalam pergaulan orang-orang yang mementingkan duniawi. Tetapi pergaulan ini tidak mempengaruhi dirinya. Lima tahun kemudian ia menghilang. Sebagian waktunya dilewatinya di Khurasan dan Transoxiana, dan sebagian lagi di Sistan.
Kemudian Hallaj kembali ke Ahwaz, khotbah-khotbahnya disambut baik oleh kalangan atas maupun rakyat banyak. Di dalam khotbah-khotbahnya itu ia mengajarkan rahasia-rahasia manusia, sehingga ia dijuluki sebagai Hallaj yang mengetahui rahasia-rahasia. Setelah itu ia mengenakan jubah guru sufi yang lusuh dan pergi ke Tanah Suci bersama-sama dengan orang-orang yang berpakaian seperti dia. Ketika ia sampai ke Kota Mekkah, Ya’qub an-Nahrajuri menuduhnya sebagai tukang sihir. Oleh karena itu Hallaj kembali ke Bashrah dan setelah itu ke Ahwaz.
Maka berangkatlah ia ke India, Transoxiana dan Cina untuk menyeru mereka ke jalan Allah dan memberikan pelajaran-pelajaran kepada mereka. Setelah ia meninggalkan negeri-negeri tersebut banyaklah oarng-orang dari sana yang berkirim surat kepadanya. Orang-orang India menyebut Hallaj sebagai Abul Mughits, orang-orang Cina menyebutnya Abul Mu’in, dan orang-orang Khurasan menyebutnya Abul Muhr, orang-orang Fars menyebutnya Abu ‘Abdullah, dan orang-orang Khuzistan menyebutnya Hallaj yang Mengetahui Rahasia-rahasia. Di kota Baghdad ia dijuluki sebagai Mustaslim dan di kota Bashrah sebagai Mukhabar.
C.    Ajaran – ajaran Al-Hallaj
Ajaran-ajarannya banyak dilukiskan berupa puisi atau terkandung prosa. Adapun sari teorinya adalah tentang: Hulul, An Nurul Muhammad dan perdamaian seluruh Agama. Dan isinya tidak berbeda denagn teori Ibnu ‘Araby yaitu :
1. Al-Hulul
Yaitu bersatunya Al-Khaliq dengan makhluk, menjelmalah Tuhan kepada dirinya apabila seseorang bersih batinnya dan senantiasa hidup dalam kehidupan batiniyah maka pada mulanya ia muslim, lalu mukmin, lalu shaleh dan yang terakhir muqarrab pada Allah setelah ia sampai pada Hulul.
2. An-Nurul Muhammadiyah
Cinta kepada Allah adalah sebagai cinta yang pertama dan cinta kepada Muhammad sebagai cinta kedua, sebab Muhammad adalah penjelmaan yang Esa, Dialah yang batin dalam hakikat dan lahir dalam ma’rifat. Jadi Muhammad sendiri sebagai Abdullah dan Aminah serta sebagai Nur yang terlimpah, Allah memancarkan diri-Nya kepada sesuatu yang dinamai Muhammad.
3. Perdamaian Seluruh Agama

Agama islam menuju pada Allah. Jadi antara agama yang satu dengan yang lain tak ada bedanya, hanya perbedaan jalan saja dan itu merupakan taqdir Allah tak perlu diperselisihkan, maksud dan tujuannyapun sama, yeitu kembali pada Allah (Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemikirannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hlm. 109).

0 comments: